BAHASA INDONESIA 8/5/2012
//////////
//WACANA//
//////////
Wacana ialah kesatuan bahasa yang terbesar dan terlengkap yang terdiri dari beberapa paragraf.
Jenis-jenis wacana berdasarkan teknik pemaparannya:
1. Deskriptif: Wacana yang pemaparannya berdasarkan data dari lapangan secara apa adanya (lugas).
contoh: berita, pengumuman, pernyataan, dll.
2. Ekspositoris: deskriptif + mengekspos unsur-unsur yang penting.
contoh: berita, iklan, brosur, dll.
3. Argumentatif: ekpositoris + argumentasi yang meyakinkan.
contoh: skripsi
4. Persuasif: argumentatif + provokasi
5. Naratif: wacana yang pemaparannya berdasarkan data imajinatif.
Tujuan Kuliah bahasa indoensia
------------------------------
1.meningkatkan apresiasi bahasa indonesia, artinya memberi kesadaran kepada mahasiswa untuk meningkatkan membina dan mengembangkan bahasa Indonesia sesuai dengan disiplin ilmu yang diminati, berdasarkan UUD 1945 dan sumpah pemuda 28 oktober 1928.
2.meningkatkan kualitas berbahasa indonesia secara ilmiah yang meliputi bidang :
membaca, -> aktifitas membaca supaya mendapat ilmu
mendengarkan, ->
menulis, ->
berbicara. ->
Kualitas- Kecepatan -> 1 menit 1 lembar
- Pemahaman
- Stamina
- Ingatan
RAGAM BAHASA KOMPUTER : ragam Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan pengembangan di bidang komputer.
Contoh : - Online =terpusat
- Daring =
- Digital=
Paragrah
paragraf adalah kesatuan bahasa yang terdiri dari beberapa kalimat untuk menyampaikan suatu persoalan
syarat paragraf baik/efektif
1. kalimat efektif
2. kesatuan paragraf artinya semua kalimat berkaitan dengan topik paragraf paragraf yang disampaikan
3. kepaduan paragraf - artinya semuna kalimatnya tersusun padu, rapih, serasi, sistematis, dan logis sehingga mampu menyampaikan persoalan yang disampaikan.
contoh :
Mahasiswa STMIK Bidakara mengadakan penelitian pemakaian jaringan internet di wilayah jakarta selatan. kegiatan tersebut mendapat dukungan dan bantuan dana dari Pemda DKI. Selanjutnya Pemda DKI mengungkapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijaksanaan pengembangan jaringan internet. Dilain kesempatan, mahasiswa FTKI Unas mengadakan penelitian fungsi dan manfaat jaringan internet.
pertanyaan
----------
apakah paragraf di atas efektif ? beri alasan yang tepat !
Karya ilmiah
karya ilmiah adalah hasil karya ilmiah yang proses pembuatannya di awali dengan penelitian lapangan atau penelitian kepustakaan atas data objeknya, selanjutnya diklasifikasikan, dianalisis, dievaluasi dan di simpulkan secara ilmiah.
a.Jenis-jenis karya ilmiah berdasarkan jenjang pendidikan di perguruan tinggi
1. Skripsi - S1 - Sarjana
Karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa
sebagai Syarat akhir untuk memperoleh gelar
2. Tesis - s2 - master
Syarat akhir untuk memperoleh gelar
3. Disertasi - S3 - Doktor
Syarat akhir untuk memperoleh gelar
4. Paper, makalah, artikel buku ilmiah, majalah ilmiah - Umum
S1, S2, S3 Pakar
a. Tugas Kuliah
b. Lomba
c. Presentasi
d. Penerbit
e. Media Masa
f. dll
B. Hal penting dalam karya ilmiah
1. data : asli, bermanfaat, populer, fenomenal
2. Bahasa : efektif.
3. Teori : Kredibel (berkualitas, dapat dipertanggungjawabkan)
4. Teknik : menyesuaikan dengan konteksnya.
Hal teknis dalam penulisan karya ilmiah
1. Kutipan : mengambil tulisan orang lain
a. Manfaat : dasar teori, objek analisis(data)
b. Alasan : memperkuat analisis yang objektif
2. Rujukan : teknis penulisan kutipan
a. Catatan Kaki (foot note):
b. Catatan Pustaka
3. Daftar Pustaka : sumber kutipan
a. Buku
b. Artikel
c. Wawancara
PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
2000
KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA
Buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Khusus Bahan
Penyuluhan) cetakan I dan II telah habis dibagikan kepada para peserta kegiatan Pemasyarakatan
Bahasa Indonesia di berbagai instansi di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini dicetak ulang
dengan penerbitan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa dan
sastra Indonesia serta bagi masyarakat luas.
Jakarta, 1 Agustus 2000
Hasan Alwi
Kepala Pusat Bahasa
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
No. 054a/U/1987
Tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Membaca
:Surat Kepala Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desembar 1986 No.
5965/F8/U1.7/86.
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal
27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian
berlakunya "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Mengingat
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah";
b.bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang
sesuai dengan kehiduoan masyarakat;
c. bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipndang
perlu menetapkan penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan'.
: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 52 Tahun 1975;
c. Nomor 45/M Tahun 1983;
d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah
terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1987;
e. Nomor 138/M Tahun 1985;
2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus
1975 No. 0196/U/1975.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama
Kedua
Ketiga
: Menyempurnakan 'Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
No.0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
: Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut
dalam ketentuan tersendiri.
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Fuad Hasan
PRAKATA
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901
berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan.
Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya
disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa
itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih
sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang
diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau lebih jauh
lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan
dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat
sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peratura
ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang
dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya
tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957
setelah bekerja selama setahun.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara
ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed
Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia
secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha
penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh
tanah air selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan
peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh
ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-5/II/
1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia
di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa
nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak
pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat
keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada
hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu
berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah
dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati
Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan
Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah
memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.
Jakarta, Agustus 1975
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
I.
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama
huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
B
C
D
E
F
G
H
I
a a
b be
c ce
d de
e e
f ef
g ge
h ha
i i
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
j Je
k ka
l el
m em
n
o
p
q
r
en
o
pe
ki
er
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
es
te
u
ve
w we
x
y
z
eks
ye
zet
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
huruf
vokal
a
e
contoh pemakaian dalam kata
di awal di tengah
api
enak
emas
itu
oleh
padi
petak
kena
simpan
kota
di akhir
lusa
sore
tipe
murni
radio
i
o
ibu
u
ulang
bumi
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonoton film seri (séri).
Pertandingan iru berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
au-la
sau-dara
am-boi bukan
bukan
bukan
a-u-la
sa-u-da-ra
am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan
sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jikan di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf
konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2)
pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi, fo-to-gra-fi
Intro-speksi, in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II.
PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus beker keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata ibu, "dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen.
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah
dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar
Repulik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.E.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
doctor
master of arts
sarjana ekonomi
sarjana hukum
sarjana sastra
professor
Tuan
Nyonya
saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak Berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan Prapanca, surat
kabar Suara Rakyat.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia buka menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing,
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
III.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsure gabungan kata itu ditulus serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung,
Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat,
biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi, dwiwarna,
ekawarna,
ekstrakurikuler,
elektroteknik,
infrastruktur,
inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara, multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna, poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata
dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-
kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang,
berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,
model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan,
ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kaumabil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.
G. Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A
M.Sc.
S.E.
S.Kar.
S.K.M
Bpk.
master of business administration
master of science
sarjana ekonomi
sarjana karawitan
sarjana kesehatan masyarakat
Bapak
Sdr.
Kol.
saudara
kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PGRI
GBHN
SMTP
PT
KTP
Dewan Perwakilan Rakyat
Persatuan Guru Republik Indonesia
Garis-Garis Besar Haluan Negara
sekolah menengah tingkat pertama
perseroan terbatas
kartu tanda penduduk
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
dst.
hlm.
sda.
Yth. (Sdr. Moh. Hasan)
dan lain-lain
dan sebagainya
dan seterusnya
halaman
sama dengan atas
Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n.
atas nama
d.a.
u.b.
u.p.
dengan alamat
untuk beliau
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu
TNT
cm
kVA
l
kg
Rp (5.000,00)
cuprum
trinitrotulen
sentimeter
kilovolt-ampere
liter
kilogram
(lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI
LAN
PASI
IKIP
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Lembaga Administrasi Negara
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM
surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya:
Akabri
Bappenas
Iwapi
Kowani
Sespa
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
radar
rapim
rudal
tilang
pemilihan umum
radio detecting and ranging
rapat pimpinan
peluru kendali
bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
J. Angka dan Lambang
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter
Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
Y100
2.000 rupiah
1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas
Dua puluh dua
Dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas
Tiga dua pertiga
12
22
222
1/2
3/4
1/16
3 2/3
Seperseratus
Satu persen
Satu permil
Satu dua persepuluh
1/100
1 %
1‰
1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1.000-an
atau tahun lima puluhan
atau uang lima ribuan
atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15 orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali did lam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l'axplanation de l'homme. Unsur-unsur yang
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
actaaf
pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerob
aerodimanics
aerob
aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite
ai tetap ai
trailer
caisson
au tetap au
audiogram
autrotoph
hemoglobin
hematit
trailer
kaison
audiogram
autrotof
tautomer
hydraulic
caustic
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
ceolom
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
accumulation
acclamation
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine
akumulasi
aklamasi
aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine
ch yang lafalnya c menjadi c
check
\ China
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda
çastra
eselon
mesin
cek
Cina
sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis
ea tetap ea
idealist
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
eu tetap eu
neutron
eugenol
efek
deskripsi
sintesis
idealis
baheas
stratosfer
sistem
eikosan
eidetik
einsteinium
stereo
geometri
zeolit
neutron
eugenol
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil
gh menjadi g
sorghum
gue menjadi ge
igue
gigue
europium
fanatik
factor
fosil
sorgum
ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus
ion
iota
iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
riem
politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
afficient
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination
khusus
akhir
kontingen
kongres
linguistik
estrogen
enology
fetus
kompor
provos
kartun
pruf
pul
zoology
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychic
psychosomatic
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
gubernur
kupon
kontur
fase
fisiologi
spektograf
pseudo
psikiatri
psikis
psikosomatik
pterosaur
pteridologi
ptyalin
akuarium
frekuensi
ekator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scoptopia
scutella
sclerosis
scriptie
skandium
skoptopia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism
senografi
sintilasi
sifistoma
skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
rasio
actie
patient
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode (Belanda)
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
ua tetap ua
dualism
aquarium
ue tetap ue
suede
duet
ui tetap ui
equinox
aksi
pasien
teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
unit
nucleolus
struktur
institute
dualism
akuarium
sued
duet
ekuinoks
conduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
v tetap v
vitamin
television
cavalery
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation
konduite
fluoresein
kuorum
kuota
prematur
vakum
vitamin
televisi
kavaleri
xantat
xenon
xilofon
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan
y manjadi y jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psyschology
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
yakitori
yangonin
yen
yuan
itrium
dinamo
propil
psikologi
zenith
zirkonium
zodiak
zigot
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
Tetapi:
mass
gabro
aki
efek
commission
ferrum
salfeggio
komisi
ferum
salfegio
massa
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu
lagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad
bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut
kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu
saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia.
Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat
-age menjadi -ase
advokat
percentage
etalage
persentase
etalase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal
-ant menjadi -an
accountant
informant
structural
formal
normal
akuntan
informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie
oligarchy, oligarchie
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary,
complementair
primary, primair
secondary, secondair
anarki
oligarki
komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as
action, actie
publication, publicatie
-eel (Belanda) menjadi -el
aksi
publikasi
ideëel
materieel
moreel
-ein tetap -ein
casein
protein
ideel
materiel
morel
kasein
protein
-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek
logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, elektronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch
-ical, isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch
-ile, -iel menjadi -il
elektronik
mekanik
balistik
ekonomis
praktis
logis
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
persenril
mobil
modernisme
communism, communisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
komunisme
publisis
egois
deskriptif
demonstratif
catalog
dialog
teknologi
fisiologi
analogi
analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trotoir
repertoire
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directuer
inspector, inspectuer
amateur
formateur
-or tetap -or
dictator
corrector
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
hominoid
anthropoid
trotoar
repertoar
direktur
inspektur
amatir
formatur
diktator
korektor
universitas
kualitas
struktur
prematur
V.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ?
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD '45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama
dan alamat surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ? tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului indukn kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
?. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
?. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata ibu "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata ibu, "karena kamu lulus."
6. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat
dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.
7. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
8. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
9. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya utnuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
10. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
12.Tanda koma dapat dipakai?untuk menghindari salah baca?di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
sungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya pembinaan dan
pengembanagan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau
seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
"Pilihan Pendengar".
D. Tanda Dua Titik (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengkahiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
: Ahmad Wijaya
: S. Handayani
: B. Hartawan
: Ruang 104
: Bambang S.
: Senin
: 09.30
4. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
5. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta (iv) di
antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco, 1968.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ju-
ga cara yang baru
suku kata yang berupa satu vocal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ?.
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
Itu telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ?.
Bukan:
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disamapaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ?.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada acara baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung jawab dan
kesetiakawanan sosial
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (?)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu?saya yakin akan tercapai?diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini?evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom?telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti 'sampai dengan' atau
'sampai ke'.
Misalnya:
1910?1945
Tanggal 5?10 April 1970
Jakarta?Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (?)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ? ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ? akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati?.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Merdeka!
J. Tanda Kurung ((?))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam
pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Factor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([?])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan
bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35-38] perlu dibentangkan.
L. Tanda Petik ("?")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia."
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA" dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, "Saya juga minta satu."
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "si Hitam".
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal ('?')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan
rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back 'balikan'
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat
darat/laut
harganya Rp25,00/lembar
'dikirim lewt darat atau
lewat laut'
'harganya Rp25,00 tiap lembar'
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88. ('88 = 1988)
PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
2000
KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA
Buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Khusus Bahan
Penyuluhan) cetakan I dan II telah habis dibagikan kepada para peserta kegiatan Pemasyarakatan
Bahasa Indonesia di berbagai instansi di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini dicetak ulang
dengan penerbitan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa dan
sastra Indonesia serta bagi masyarakat luas.
Jakarta, 1 Agustus 2000
Hasan Alwi
Kepala Pusat Bahasa
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
No. 054a/U/1987
Tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Membaca
:Surat Kepala Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desembar 1986 No.
5965/F8/U1.7/86.
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal
27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian
berlakunya "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Mengingat
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah";
b.bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang
sesuai dengan kehiduoan masyarakat;
c. bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipndang
perlu menetapkan penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan'.
: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 52 Tahun 1975;
c. Nomor 45/M Tahun 1983;
d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah
terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1987;
e. Nomor 138/M Tahun 1985;
2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus
1975 No. 0196/U/1975.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama
: Menyempurnakan 'Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
No.0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
: Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut
dalam ketentuan tersendiri.
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Kedua
Ketiga
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Fuad Hasan
PRAKATA
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901
berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan.
Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya
disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa
itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih
sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang
diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau lebih jauh
lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan
dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat
sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peratura
ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang
dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya
tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957
setelah bekerja selama setahun.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara
ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed
Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia
secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha
penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh
tanah air selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan
peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh
ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-5/II/
1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia
di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa
nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak
pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat
keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada
hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu
berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah
dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati
Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan
Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah
memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.
Jakarta, Agustus 1975
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
I.
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama
huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
B
C
D
E
F
G
H
I
a a
b
c
be
ce
d de
e
f
e
ef
g ge
h ha
i i
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
j Je
k ka
l el
m em
n
o
p
q
r
en
o
pe
ki
er
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
w
x
y
z
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
Huruf
Vokal
a
e*
i
o
u
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
api
enak
emas
itu
oleh
ulang
Posisi
Tengah
padi
petak
kena
simpan
kota
bumi
Posisi Akhir
lusa
sore
tipe
murni
radio
ibu
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonoton film seri (séri).
Pertandingan iru berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf
Konsonan
b
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q**
r
s
t
v
w
x**
y
z
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami
-
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raih
sampai
tali
varia
wanita
xerox
yakin
zeni
Posisi
Tengah
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa
rakyat*
alas
kami
tanah
apa
status-quo
bara
asli
mata
lava
hawa
-
payung
lazim
Posisi Akhir
adab
-
Abad
maaf
gudeg
tuah
mikraj
politik
bapak*
akal
diam
daun
siap
Taufiq
putar
tangkas
rapat
-
-
sinar-x
-
juz
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf
Diftong
ai
au
oi
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
ain
aula
-
Posisi
Tengah
malaikat
saudara
boikot
Posisi Akhir
pandai
harimau
amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan
Huruf
Konsonan
kh
ng
ny
sy
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
khusus
ngilu
nyata
syarat
Posisi
Tengah
akhir
bangun
banyak
isyarat
Posisi Akhir
tarikh
senang
-
arasy
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu.
Misalnya : ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan
diantara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
sau-dara
am-boi
bukan
bukan
bukan
a-u-la
sa-u-da-ra
am-bo-i
b.
Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jikan di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan
di
antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2)
pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi, fo-to-gra-fi
Intro-speksi, in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II.
PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus beker keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah,
Nak!" "Kemarin engkau terlambat,"
katanya.
"Besok pagi," kata ibu, "dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam,
Kristen.
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah
dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar
Repulik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.E.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
doctor
master of arts
sarjana ekonomi
sarjana hukum
sarjana sastra
professor
Tuan
Nyonya
saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak Berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan Prapanca, surat
kabar Suara Rakyat.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia buka menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing,
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Catatan :
Dalam Tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu
garis dibawahnya.
III.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsure gabungan kata itu ditulus serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat,
biokimia,
ekawarna,
caturtunggal,
dasawarsa,
dekameter,
demoralisasi,
dwiwarna,
ekstrakurikuler,
elektroteknik,
infrastruktur,
inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara, multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna, poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata
dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-
kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang,
berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,
model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan,
ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.
G. Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
ataupun,
sekalipun,
sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A
M.Sc.
S.E.
S.Kar.
S.K.M
Bpk.
master of business administration
master of science
sarjana ekonomi
sarjana karawitan
sarjana kesehatan masyarakat
Bapak
Sdr.
Kol.
saudara
kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PGRI
GBHN
SMTP
PT
KTP
Dewan Perwakilan Rakyat
Persatuan Guru Republik Indonesia
Garis-Garis Besar Haluan Negara
sekolah menengah tingkat pertama
perseroan terbatas
kartu tanda penduduk
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
dst.
hlm.
sda.
Yth. (Sdr. Moh. Hasan)
dan lain-lain
dan sebagainya
dan seterusnya
halaman
sama dengan atas
Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n.
atas nama
d.a.
u.b.
u.p.
dengan alamat
untuk beliau
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu
TNT
cm
kVA
l
kg
Rp (5.000,00)
cuprum
trinitrotulen
sentimeter
kilovolt-ampere
liter
kilogram
(lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI
LAN
PASI
IKIP
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Lembaga Administrasi Negara
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM
surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya:
Akabri
Bappenas
Nasional Iwapi
Kowani
Sespa
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
radar
rapim
rudal
tilang
pemilihan umum
radio detecting and ranging
rapat pimpinan
peluru kendali
bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter
Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
Y100
2.000 rupiah
1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas
Dua puluh dua
Dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas
Tiga dua pertiga
12
22
222
1/2
3/4
1/16
3 2/3
Seperseratus
Satu persen
Satu permil
Satu dua persepuluh
1/100
1 %
1‰
1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1.000-an
atau tahun lima puluhan
atau uang lima ribuan
atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15 orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l'axplanation de l'homme. Unsur-unsur yang
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
actaaf
pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerob
aerodimanics
aerob
aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite
ai tetap ai
trailer
caisson
au tetap au
audiogram
autrotoph
hemoglobin
hematit
trailer
kaison
audiogram
autrotof
tautomer
hydraulic
caustic
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
ceolom
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
accumulation
acclamation
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine
akumulasi
aklamasi
aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine
ch yang lafalnya c menjadi c
check
\ China
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda
çastra
eselon
mesin
cek
Cina
sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis
ea tetap ea
idealist
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
eu tetap eu
neutron
eugenol
efek
deskripsi
sintesis
idealis
baheas
stratosfer
sistem
eikosan
eidetik
einsteinium
stereo
geometri
zeolit
neutron
eugenol
europium
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil
gh menjadi g
sorghum
gue menjadi ge
igue
gigue
fanatik
factor
fosil
sorgum
ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus
ion
iota
iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
riem
politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
afficient
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination
khusus
akhir
kontingen
kongres
linguistik
estrogen
enology
fetus
kompor
provos
kartun
pruf
pul
zoology
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychic
psychosomatic
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
gubernur
kupon
kontur
fase
fisiologi
spektograf
pseudo
psikiatri
psikis
psikosomatik
pterosaur
pteridologi
ptyalin
akuarium
frekuensi
ekator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scoptopia
scutella
sclerosis
scriptie
skandium
skoptopia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism
senografi
sintilasi
sifistoma
skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
rasio
actie
patient
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode (Belanda)
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
ua tetap ua
dualism
aquarium
ue tetap ue
suede
duet
ui tetap ui
equinox
aksi
pasien
teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
unit
nucleolus
struktur
institute
dualism
akuarium
sued
duet
ekuinoks
conduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
v tetap v
vitamin
television
cavalery
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation
konduite
fluoresein
kuorum
kuota
prematur
vakum
vitamin
televisi
kavaleri
xantat
xenon
xilofon
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan
y manjadi y jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psyschology
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
yakitori
yangonin
yen
yuan
itrium
dinamo
propil
psikologi
zenith
zirkonium
zodiak
zigot
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
Tetapi:
mass
gabro
aki
efek
commission
ferrum
salfeggio
komisi
ferum
salfegio
massa
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu
lagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad
bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut
kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu
saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia.
Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat
-age menjadi -ase
advokat
percentage
etalage
persentase
etalase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal
-ant menjadi -an
accountant
informant
structural
formal
normal
akuntan
informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie
oligarchy, oligarchie
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary,
complementair
primary, primair
secondary, secondair
anarki
oligarki
komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as
action, actie
publication, publicatie
-eel (Belanda) menjadi -el
aksi
publikasi
ideëel
materieel
moreel
-ein tetap -ein
casein
protein
ideel
materiel
morel
kasein
protein
-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek
logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, elektronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch
-ical, isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch
-ile, -iel menjadi -il
elektronik
mekanik
balistik
ekonomis
praktis
logis
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
persenril
mobil
modernisme
communism, communisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
komunisme
publisis
egois
deskriptif
demonstratif
catalog
dialog
teknologi
fisiologi
analogi
analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trotoir
repertoire
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directuer
inspector, inspectuer
amateur
formateur
-or tetap -or
dictator
corrector
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
hominoid
anthropoid
trotoar
repertoar
direktur
inspektur
amatir
formatur
diktator
korektor
universitas
kualitas
struktur
prematur
V.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan
datang. Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ?
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1
1.2.2
1.2.3
Gambar Tangan
Tabel
Grafik
Catatan :
Tanda tititk tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar
jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD '45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama
dan alamat surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ? tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului indukn kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
?. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
?. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata ibu "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata ibu, "karena kamu lulus."
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat
dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta:PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya utnuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
13.Tanda koma dapat dipakai?untuk menghindari salah baca?di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
sungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya pembinaan dan
pengembanagan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau
seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
"Pilihan Pendengar".
D. Tanda Dua Titik (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengkahiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
: Ahmad Wijaya
: S. Handayani
: B. Hartawan
: Ruang 104
: Bambang S.
: Senin
: 09.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta (iv) di
antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco, 1968.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ju-
ga cara yang baru
suku kata yang berupa satu vocal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ?.
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
Itu telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ?.
Bukan:
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disamapaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ?.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada acara baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan
kesetiakawanan sosial
(1 x 25.000),
tanggung jawab dan
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (?)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu?saya yakin akan tercapai?diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini?evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom?telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti 'sampai dengan' atau
'sampai ke'.
Misalnya:
1910?1945
Tanggal 5?10 April 1970
Jakarta?Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (?)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ? ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ? akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati?.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-I
strinya. Merdeka!
J. Tanda Kurung ((?))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam
pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([?])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan
bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35-38] perlu dibentangkan.
L. Tanda Petik ("?")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia."
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA" dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, "Saya juga minta satu."
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "si Hitam".
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal ('?')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan
rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back 'balikan'
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat
darat/laut
harganya Rp25,00/lembar
'dikirim lewt darat atau
lewat laut'
'harganya Rp25,00 tiap lembar'
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88. ('88 = 1988)
INDEKS
Abjad 1, 34
Akronim 19-21
Akronim, 21
Alamat 20, 22, 41, 43, 55
Angka dan Lambang Bilangan 22
Bagan 39
Bentuk Ulang 10, 14
Bilangan 40
Catatan kaki 43
Diftong 3, 4
Gabungan kata 13-16
HURUF 1
Abjad 1
Besar 6
Kapital 6
Konsonan 2-4
HURUF MIRING 6, 11, 12
Huruf Vokal 1, 3, 4
Ikhtisar 39
Ikhtisar, 39
Kata 3
Kata dasar 3, 13, 14
Kata depan 16
Kata Majemuk 15
Kata si dan sang 17
Kata turunan 5, 13
Koma 44
Kurung 51
Partikel 4, 17, 18
Pemenggalan Kata 3-5
Penyingkat (Apostrof) 1, 3, 45, 51
Petik 54
Petik tunggal 54
TANDA BACA 39, 53, 54
Tanda Elipsis 50
Tanda Garis Miring 55
Tanda Hubung 47-49
Tanda Koma 41-45
Tanda Kurung 51, 52
Tanda Kurung Siku 52
Tanda Penyingkat (Apostrof) 55
Tanda Petik 53
Tanda Petik Tunggal 54
Tanda Pisah 49, 50
Tanda Seru 40, 51
Tanda Tanya 51
Tanda Titik Dua 45, 46
Tanda Titik Koma 45
Titik 39-41
UNSUR SERAPAN 26, 35
Vokal 1
//////////
//WACANA//
//////////
Wacana ialah kesatuan bahasa yang terbesar dan terlengkap yang terdiri dari beberapa paragraf.
Jenis-jenis wacana berdasarkan teknik pemaparannya:
1. Deskriptif: Wacana yang pemaparannya berdasarkan data dari lapangan secara apa adanya (lugas).
contoh: berita, pengumuman, pernyataan, dll.
2. Ekspositoris: deskriptif + mengekspos unsur-unsur yang penting.
contoh: berita, iklan, brosur, dll.
3. Argumentatif: ekpositoris + argumentasi yang meyakinkan.
contoh: skripsi
4. Persuasif: argumentatif + provokasi
5. Naratif: wacana yang pemaparannya berdasarkan data imajinatif.
Tujuan Kuliah bahasa indoensia
------------------------------
1.meningkatkan apresiasi bahasa indonesia, artinya memberi kesadaran kepada mahasiswa untuk meningkatkan membina dan mengembangkan bahasa Indonesia sesuai dengan disiplin ilmu yang diminati, berdasarkan UUD 1945 dan sumpah pemuda 28 oktober 1928.
2.meningkatkan kualitas berbahasa indonesia secara ilmiah yang meliputi bidang :
membaca, -> aktifitas membaca supaya mendapat ilmu
mendengarkan, ->
menulis, ->
berbicara. ->
Kualitas- Kecepatan -> 1 menit 1 lembar
- Pemahaman
- Stamina
- Ingatan
RAGAM BAHASA KOMPUTER : ragam Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan pengembangan di bidang komputer.
Contoh : - Online =terpusat
- Daring =
- Digital=
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
MOMENTUM
PENTING
Sumpah pemuda 28 oktober 1928 -> berkedudukan sebagai bahasa
nasional/persatuan
Soekarno, syahrir, Fungsinya :
-
Sebagai pemersatu bangsa
-
Kemerdekaan, 17 agustus 1945
-
UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 -> Bahasa sebagai Bahasa negara
Fungsinya
:
-
Sebagai bahasa resmi kenegaraan
-
.
-
.
-
Ejaan
-
Ejaan Van of
-
Ejaan Soewantri
-
Ejaan Malindo
-
Ejaan yang disempurnakan
-
Kajian Ilmiah
- Kajian Bahasa Indonesia di perguruan tinggi – Seminar Simposium,
Lokakarya dll.
- Bulan Bahasa
- Kongres Bahasa Indonesia
-
Huruf latin
Huruf arab
Huruf Cina
Huruf Jawa
Huruf Sansakerta
Paragrah
paragraf adalah kesatuan bahasa yang terdiri dari beberapa kalimat untuk menyampaikan suatu persoalan
syarat paragraf baik/efektif
1. kalimat efektif
2. kesatuan paragraf artinya semua kalimat berkaitan dengan topik paragraf paragraf yang disampaikan
3. kepaduan paragraf - artinya semuna kalimatnya tersusun padu, rapih, serasi, sistematis, dan logis sehingga mampu menyampaikan persoalan yang disampaikan.
contoh :
Mahasiswa STMIK Bidakara mengadakan penelitian pemakaian jaringan internet di wilayah jakarta selatan. kegiatan tersebut mendapat dukungan dan bantuan dana dari Pemda DKI. Selanjutnya Pemda DKI mengungkapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijaksanaan pengembangan jaringan internet. Dilain kesempatan, mahasiswa FTKI Unas mengadakan penelitian fungsi dan manfaat jaringan internet.
pertanyaan
----------
apakah paragraf di atas efektif ? beri alasan yang tepat !
Ejaan
Ejaan : kaidah yang mengukur pembaca huruf, kata, dan
tanda baca secara baku.
Huruf : h.besar, h.kecil, h.miring, h.tebal, dll.
Kata : k. Asal,
k.jadian, k. Serapan, dll
Tanda baca: t.
Titik(.), t.tanya (?), t.seru (!), dll.
Kata serapan adalah kata dari bahasa daerah atau
bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa indonesia
Kaidah kata serapan :
Ditulis dan dilapalkan sesuai dengan kata aslinya
Contoh :
·
Amburadul (sunda) -> berantakan
·
Goal (inggris) -> berhasil
Ditulis sesuai kaidah bahasa indonesia, dilafalkan
sesuai dengan aslinya
Contoh
·
Active (inggris) - aktif (indonesia)
·
Paragraph (latin) - paragraf (Indonesia)
ditulis dan diterapkan dengan aslinyadilafalkan sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia.
·
Bank (Inggris) – Bank (Indonesia)
Ditulis dan dilafalkan sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia
·
Biology (latin) - Biologi (Indonesia)
Kalimat bahasa Indonesia
Kalimat adalah kesatuan
bahasa yang terdiri atas kata, frase, atau klausa untuk menyampaikan suatu
persoalan. Minimal terdiri atas subjek (S), dan predikat (P), lengkapnya
terdiri atas subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K).
Kata = kesatuan bahasa
yang terkecil yang bermakna
Frase = kesatuan bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih
dalam kalimat yang memungkinkan
berkedudukan sebagai subjek, predikat, objek, dan keterangan
Klausa = kesatuan
bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih dalam kalimat yang memiliki unsur
subjek dan predikat
Subjek = pokok
persoalan dalam kalimat
Predikat = bagian kalimat yang menerangkan identitas,
aktifitas, dan keadaan subjek.
Objek = bagian kalimat
yang menjadi tujuan subjek
Keterangan = bagian kalimat yang menerangkan waktu, jumlah,
tempat, kualitas, atau keadaan subjek, predikat atau objek.
Kalimat
Efektif
Kalimat efektif yaitu
kalimat yang mampu menyampaikan pesan kepada pembaca dan pendengar secara tepat
seperti apa yang disampaikan oleh penulis atau pembicaranya dengan ciri-ciri
paralel (keparalelan), padu (kepaduan), sepadan (kesepadanan), hemat
(kehematan), cermat (kecermatan), tegas ketegasan, logis (kelogisan).
contoh
1. Iabekerja
S
P
Karya ilmiah
karya ilmiah adalah hasil karya ilmiah yang proses pembuatannya di awali dengan penelitian lapangan atau penelitian kepustakaan atas data objeknya, selanjutnya diklasifikasikan, dianalisis, dievaluasi dan di simpulkan secara ilmiah.
a.Jenis-jenis karya ilmiah berdasarkan jenjang pendidikan di perguruan tinggi
1. Skripsi - S1 - Sarjana
Karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa
sebagai Syarat akhir untuk memperoleh gelar
2. Tesis - s2 - master
Syarat akhir untuk memperoleh gelar
3. Disertasi - S3 - Doktor
Syarat akhir untuk memperoleh gelar
4. Paper, makalah, artikel buku ilmiah, majalah ilmiah - Umum
S1, S2, S3 Pakar
a. Tugas Kuliah
b. Lomba
c. Presentasi
d. Penerbit
e. Media Masa
f. dll
B. Hal penting dalam karya ilmiah
1. data : asli, bermanfaat, populer, fenomenal
2. Bahasa : efektif.
3. Teori : Kredibel (berkualitas, dapat dipertanggungjawabkan)
4. Teknik : menyesuaikan dengan konteksnya.
Hal teknis dalam penulisan karya ilmiah
1. Kutipan : mengambil tulisan orang lain
a. Manfaat : dasar teori, objek analisis(data)
b. Alasan : memperkuat analisis yang objektif
2. Rujukan : teknis penulisan kutipan
a. Catatan Kaki (foot note):
b. Catatan Pustaka
3. Daftar Pustaka : sumber kutipan
a. Buku
b. Artikel
c. Wawancara
PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
2000
KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA
Buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Khusus Bahan
Penyuluhan) cetakan I dan II telah habis dibagikan kepada para peserta kegiatan Pemasyarakatan
Bahasa Indonesia di berbagai instansi di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini dicetak ulang
dengan penerbitan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa dan
sastra Indonesia serta bagi masyarakat luas.
Jakarta, 1 Agustus 2000
Hasan Alwi
Kepala Pusat Bahasa
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
No. 054a/U/1987
Tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Membaca
:Surat Kepala Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desembar 1986 No.
5965/F8/U1.7/86.
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal
27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian
berlakunya "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Mengingat
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah";
b.bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang
sesuai dengan kehiduoan masyarakat;
c. bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipndang
perlu menetapkan penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan'.
: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 52 Tahun 1975;
c. Nomor 45/M Tahun 1983;
d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah
terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1987;
e. Nomor 138/M Tahun 1985;
2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus
1975 No. 0196/U/1975.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama
Kedua
Ketiga
: Menyempurnakan 'Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
No.0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
: Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut
dalam ketentuan tersendiri.
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Fuad Hasan
PRAKATA
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901
berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan.
Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya
disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa
itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih
sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang
diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau lebih jauh
lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan
dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat
sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peratura
ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang
dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya
tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957
setelah bekerja selama setahun.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara
ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed
Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia
secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha
penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh
tanah air selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan
peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh
ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-5/II/
1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia
di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa
nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak
pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat
keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada
hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu
berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah
dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati
Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan
Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah
memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.
Jakarta, Agustus 1975
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
I.
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama
huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
B
C
D
E
F
G
H
I
a a
b be
c ce
d de
e e
f ef
g ge
h ha
i i
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
j Je
k ka
l el
m em
n
o
p
q
r
en
o
pe
ki
er
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
es
te
u
ve
w we
x
y
z
eks
ye
zet
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
huruf
vokal
a
e
contoh pemakaian dalam kata
di awal di tengah
api
enak
emas
itu
oleh
padi
petak
kena
simpan
kota
di akhir
lusa
sore
tipe
murni
radio
i
o
ibu
u
ulang
bumi
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonoton film seri (séri).
Pertandingan iru berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
au-la
sau-dara
am-boi bukan
bukan
bukan
a-u-la
sa-u-da-ra
am-bo-i
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf
konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan
sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jikan di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf
konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2)
pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi, fo-to-gra-fi
Intro-speksi, in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II.
PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus beker keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata ibu, "dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen.
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah
dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar
Repulik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.E.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
doctor
master of arts
sarjana ekonomi
sarjana hukum
sarjana sastra
professor
Tuan
Nyonya
saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak Berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan Prapanca, surat
kabar Suara Rakyat.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia buka menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing,
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
III.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsure gabungan kata itu ditulus serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung,
Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat,
biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi, dwiwarna,
ekawarna,
ekstrakurikuler,
elektroteknik,
infrastruktur,
inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara, multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna, poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata
dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-
kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang,
berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,
model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan,
ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kaumabil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.
G. Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A
M.Sc.
S.E.
S.Kar.
S.K.M
Bpk.
master of business administration
master of science
sarjana ekonomi
sarjana karawitan
sarjana kesehatan masyarakat
Bapak
Sdr.
Kol.
saudara
kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PGRI
GBHN
SMTP
PT
KTP
Dewan Perwakilan Rakyat
Persatuan Guru Republik Indonesia
Garis-Garis Besar Haluan Negara
sekolah menengah tingkat pertama
perseroan terbatas
kartu tanda penduduk
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
dst.
hlm.
sda.
Yth. (Sdr. Moh. Hasan)
dan lain-lain
dan sebagainya
dan seterusnya
halaman
sama dengan atas
Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n.
atas nama
d.a.
u.b.
u.p.
dengan alamat
untuk beliau
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu
TNT
cm
kVA
l
kg
Rp (5.000,00)
cuprum
trinitrotulen
sentimeter
kilovolt-ampere
liter
kilogram
(lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI
LAN
PASI
IKIP
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Lembaga Administrasi Negara
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM
surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya:
Akabri
Bappenas
Iwapi
Kowani
Sespa
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
radar
rapim
rudal
tilang
pemilihan umum
radio detecting and ranging
rapat pimpinan
peluru kendali
bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
J. Angka dan Lambang
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter
Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
Y100
2.000 rupiah
1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas
Dua puluh dua
Dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas
Tiga dua pertiga
12
22
222
1/2
3/4
1/16
3 2/3
Seperseratus
Satu persen
Satu permil
Satu dua persepuluh
1/100
1 %
1‰
1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1.000-an
atau tahun lima puluhan
atau uang lima ribuan
atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15 orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali did lam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l'axplanation de l'homme. Unsur-unsur yang
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
actaaf
pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerob
aerodimanics
aerob
aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite
ai tetap ai
trailer
caisson
au tetap au
audiogram
autrotoph
hemoglobin
hematit
trailer
kaison
audiogram
autrotof
tautomer
hydraulic
caustic
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
ceolom
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
accumulation
acclamation
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine
akumulasi
aklamasi
aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine
ch yang lafalnya c menjadi c
check
\ China
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda
çastra
eselon
mesin
cek
Cina
sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis
ea tetap ea
idealist
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
eu tetap eu
neutron
eugenol
efek
deskripsi
sintesis
idealis
baheas
stratosfer
sistem
eikosan
eidetik
einsteinium
stereo
geometri
zeolit
neutron
eugenol
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil
gh menjadi g
sorghum
gue menjadi ge
igue
gigue
europium
fanatik
factor
fosil
sorgum
ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus
ion
iota
iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
riem
politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
afficient
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination
khusus
akhir
kontingen
kongres
linguistik
estrogen
enology
fetus
kompor
provos
kartun
pruf
pul
zoology
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychic
psychosomatic
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
gubernur
kupon
kontur
fase
fisiologi
spektograf
pseudo
psikiatri
psikis
psikosomatik
pterosaur
pteridologi
ptyalin
akuarium
frekuensi
ekator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scoptopia
scutella
sclerosis
scriptie
skandium
skoptopia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism
senografi
sintilasi
sifistoma
skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
rasio
actie
patient
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode (Belanda)
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
ua tetap ua
dualism
aquarium
ue tetap ue
suede
duet
ui tetap ui
equinox
aksi
pasien
teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
unit
nucleolus
struktur
institute
dualism
akuarium
sued
duet
ekuinoks
conduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
v tetap v
vitamin
television
cavalery
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation
konduite
fluoresein
kuorum
kuota
prematur
vakum
vitamin
televisi
kavaleri
xantat
xenon
xilofon
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan
y manjadi y jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psyschology
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
yakitori
yangonin
yen
yuan
itrium
dinamo
propil
psikologi
zenith
zirkonium
zodiak
zigot
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
Tetapi:
mass
gabro
aki
efek
commission
ferrum
salfeggio
komisi
ferum
salfegio
massa
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu
lagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad
bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut
kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu
saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia.
Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat
-age menjadi -ase
advokat
percentage
etalage
persentase
etalase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal
-ant menjadi -an
accountant
informant
structural
formal
normal
akuntan
informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie
oligarchy, oligarchie
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary,
complementair
primary, primair
secondary, secondair
anarki
oligarki
komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as
action, actie
publication, publicatie
-eel (Belanda) menjadi -el
aksi
publikasi
ideëel
materieel
moreel
-ein tetap -ein
casein
protein
ideel
materiel
morel
kasein
protein
-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek
logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, elektronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch
-ical, isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch
-ile, -iel menjadi -il
elektronik
mekanik
balistik
ekonomis
praktis
logis
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
persenril
mobil
modernisme
communism, communisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
komunisme
publisis
egois
deskriptif
demonstratif
catalog
dialog
teknologi
fisiologi
analogi
analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trotoir
repertoire
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directuer
inspector, inspectuer
amateur
formateur
-or tetap -or
dictator
corrector
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
hominoid
anthropoid
trotoar
repertoar
direktur
inspektur
amatir
formatur
diktator
korektor
universitas
kualitas
struktur
prematur
V.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ?
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD '45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama
dan alamat surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ? tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului indukn kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
3. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
?. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
?. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
4. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata ibu "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata ibu, "karena kamu lulus."
6. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat
dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.
7. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
8. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
9. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya utnuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
10. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
12.Tanda koma dapat dipakai?untuk menghindari salah baca?di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
sungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya pembinaan dan
pengembanagan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau
seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
"Pilihan Pendengar".
D. Tanda Dua Titik (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengkahiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
: Ahmad Wijaya
: S. Handayani
: B. Hartawan
: Ruang 104
: Bambang S.
: Senin
: 09.30
4. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
5. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta (iv) di
antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco, 1968.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ju-
ga cara yang baru
suku kata yang berupa satu vocal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ?.
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
Itu telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ?.
Bukan:
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disamapaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ?.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada acara baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung jawab dan
kesetiakawanan sosial
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (?)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu?saya yakin akan tercapai?diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini?evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom?telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti 'sampai dengan' atau
'sampai ke'.
Misalnya:
1910?1945
Tanggal 5?10 April 1970
Jakarta?Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (?)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ? ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ? akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati?.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Merdeka!
J. Tanda Kurung ((?))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam
pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Factor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([?])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan
bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35-38] perlu dibentangkan.
L. Tanda Petik ("?")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia."
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA" dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, "Saya juga minta satu."
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "si Hitam".
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal ('?')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan
rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back 'balikan'
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat
darat/laut
harganya Rp25,00/lembar
'dikirim lewt darat atau
lewat laut'
'harganya Rp25,00 tiap lembar'
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88. ('88 = 1988)
PEDOMAN UMUM
EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
2000
KATA PENGANTAR CETAKAN KETIGA
Buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Khusus Bahan
Penyuluhan) cetakan I dan II telah habis dibagikan kepada para peserta kegiatan Pemasyarakatan
Bahasa Indonesia di berbagai instansi di Indonesia. Oleh karena itu, buku ini dicetak ulang
dengan penerbitan kesalahan cetak yang terdapat pada cetakan sebelumnya.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa dan
sastra Indonesia serta bagi masyarakat luas.
Jakarta, 1 Agustus 2000
Hasan Alwi
Kepala Pusat Bahasa
KEPUTUSAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
No. 054a/U/1987
Tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Membaca
:Surat Kepala Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 6 Desembar 1986 No.
5965/F8/U1.7/86.
Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal
27 Agustus 1975 No. 0196/U/1975 telah ditetapkan peresmian
berlakunya "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Mengingat
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah";
b.bahwa sesungguhnya bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang
sesuai dengan kehiduoan masyarakat;
c. bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut pada sub a dan b, dipndang
perlu menetapkan penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan'.
: 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia:
a. Nomor 44 Tahun 1974;
b. Nomor 52 Tahun 1975;
c. Nomor 45/M Tahun 1983;
d. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah
terakhir dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4
Tahun 1987;
e. Nomor 138/M Tahun 1985;
2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus
1975 No. 0196/U/1975.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama
: Menyempurnakan 'Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
No.0196/U/1975 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
: Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut
dalam ketentuan tersendiri.
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Kedua
Ketiga
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 9 September 1987
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Fuad Hasan
PRAKATA
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901
berdasarkan rancangan Ch. A. van Ophuysen dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan.
Pada tahun 1938, selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, misalnya
disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
Pada tahun 1947 Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada masa
itu, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih
sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang
diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus dirinjau lebih jauh
lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan
dengan perkembagan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat
sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin,
diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata
pertemuan itu. kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peratura
ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang
dibentuk oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya
tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957
setelah bekerja selama setahun.
Tindak lanjut perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu pada tahun 1959, antara lain berupa usaha mempersamakan ejaan bahasa kedua Negara
ini. Maka pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmuljana-Syed
Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan
nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya
megurungkan peresmiannya.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang
pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia
secara menyeluruh. Di dalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19
September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha
penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji leh kalangan luas di seluruh
tanah air selama beberapa tahun.
Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan
peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI yang dibentuk oleh
ketua Gabungan V KOTI dengan surat Keputusannya tanggal 21 Februari 1967, No. 011/G-5/II/
1967 (S.W. Rujianti Mulyadi, Ketua) dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia
di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan
tersebut disetujui untuk dijadikan bahan dalam usaha bersama di dalam pengembangan bahasa
nasional kedua negara.
Setelah rancangan itu akhirnya dilengkapi di dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak
pada tahu 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus
Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat
keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada
hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu
berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebar buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum ini yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang
lebih luas.
Penyusunan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini telah
dimungkinkan oleh tersedianya biaya Pelita II yang disalurkan melalui Proyek Pengembangan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (S.W. Rujiati
Mulyadi, Ketua). Pencetakan Pedoman Umum ini dilaksanakan oleh Proyek Penulisan dan
Penerbitan Buku/Majalah Pengetahuan dan Profesi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kepada segenap instansi, kalangan masyarakat, dan perorangan yang telah
memungkinkan tersusunnya Pedoman Umum ini disampaikan penghargaan dan terima kasih.
Jakarta, Agustus 1975
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia
Pusat Pembinaan dan Pengembagan Bahasa
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
I.
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama
huruf disertakan di sebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
B
C
D
E
F
G
H
I
a a
b
c
be
ce
d de
e
f
e
ef
g ge
h ha
i i
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
j Je
k ka
l el
m em
n
o
p
q
r
en
o
pe
ki
er
S
T
U
V
W
X
Y
Z
s
t
u
v
w
x
y
z
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
Huruf
Vokal
a
e*
i
o
u
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
api
enak
emas
itu
oleh
ulang
Posisi
Tengah
padi
petak
kena
simpan
kota
bumi
Posisi Akhir
lusa
sore
tipe
murni
radio
ibu
* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonoton film seri (séri).
Pertandingan iru berakhir seri.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf
Konsonan
b
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q**
r
s
t
v
w
x**
y
z
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami
-
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raih
sampai
tali
varia
wanita
xerox
yakin
zeni
Posisi
Tengah
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa
rakyat*
alas
kami
tanah
apa
status-quo
bara
asli
mata
lava
hawa
-
payung
lazim
Posisi Akhir
adab
-
Abad
maaf
gudeg
tuah
mikraj
politik
bapak*
akal
diam
daun
siap
Taufiq
putar
tangkas
rapat
-
-
sinar-x
-
juz
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf
Diftong
ai
au
oi
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
ain
aula
-
Posisi
Tengah
malaikat
saudara
boikot
Posisi Akhir
pandai
harimau
amboi
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan
Huruf
Konsonan
kh
ng
ny
sy
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal
khusus
ngilu
nyata
syarat
Posisi
Tengah
akhir
bangun
banyak
isyarat
Posisi Akhir
tarikh
senang
-
arasy
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara
kedua huruf vokal itu.
Misalnya : ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan
diantara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
sau-dara
am-boi
bukan
bukan
bukan
a-u-la
sa-u-da-ra
am-bo-i
b.
Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di
antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jikan di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan
di
antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan aalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat
dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran -i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V,
Pasal E, Ayat 1.)
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung
dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2)
pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi, fo-to-gra-fi
Intro-speksi, in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II.
PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus beker keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah,
Nak!" "Kemarin engkau terlambat,"
katanya.
"Besok pagi," kata ibu, "dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam,
Kristen.
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini dia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru, Profesor Supomo, Laksamana
Muda Udara Husein Sastranegara, Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Gubernur Irian Jaya.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
Bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
Mengindonesiakan kata asing
Keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal, Perang Candu, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai
sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa resiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi
Dieng, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro, Jazirah Arab, Kali Brantas, Lembah
Baliem, Ngarai Sianok, Pegunungan Jayawijaya, Selat Lombok, Tanjung Harapan,
Teluk Benggala, Terusan Suez.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
garam inggris, gula jawa, kacang bogor, pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Rakyat; Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan; Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak; Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik, beberapa badan hukum, kerja sama antara pemerintah
dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar
Repulik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata
ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali
kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.E.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
doctor
master of arts
sarjana ekonomi
sarjana hukum
sarjana sastra
professor
Tuan
Nyonya
saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak Berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kkerabatan
yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Sastra, buku Negarakertagama karangan Prapanca, surat
kabar Suara Rakyat.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia buka menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing,
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Catatan :
Dalam Tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu
garis dibawahnya.
III.
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsure gabungan kata itu ditulus serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat,
biokimia,
ekawarna,
caturtunggal,
dasawarsa,
dekameter,
demoralisasi,
dwiwarna,
ekstrakurikuler,
elektroteknik,
infrastruktur,
inkonvensional,
introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara, multilateral,
narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, panteisme, paripurna, poligami,
pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,
subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern
catatan:
1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata
dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-
kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura, lauk-pauk, mondar-mandir,
ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang,
berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar,
hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis,
model linier, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.
Misalnya:
Alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan,
ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmawisata, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
karatabaasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam
E. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan -nya
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun di tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini dtulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa hadir dalam kenduri itu.
G. Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Apakah yang tersirat dalam dalam surat itu?
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
ataupun,
sekalipun,
sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.
Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
A.S Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
M.B.A
M.Sc.
S.E.
S.Kar.
S.K.M
Bpk.
master of business administration
master of science
sarjana ekonomi
sarjana karawitan
sarjana kesehatan masyarakat
Bapak
Sdr.
Kol.
saudara
kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PGRI
GBHN
SMTP
PT
KTP
Dewan Perwakilan Rakyat
Persatuan Guru Republik Indonesia
Garis-Garis Besar Haluan Negara
sekolah menengah tingkat pertama
perseroan terbatas
kartu tanda penduduk
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
dst.
hlm.
sda.
Yth. (Sdr. Moh. Hasan)
dan lain-lain
dan sebagainya
dan seterusnya
halaman
sama dengan atas
Yang terhormat (Sdr. Moh. Hasan)
Tetapi:
a.n.
atas nama
d.a.
u.b.
u.p.
dengan alamat
untuk beliau
untuk perhatian
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Cu
TNT
cm
kVA
l
kg
Rp (5.000,00)
cuprum
trinitrotulen
sentimeter
kilovolt-ampere
liter
kilogram
(lima ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Misalnya:
ABRI
LAN
PASI
IKIP
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Lembaga Administrasi Negara
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
SIM
surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya:
Akabri
Bappenas
Nasional Iwapi
Kowani
Sespa
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
radar
rapim
rudal
tilang
pemilihan umum
radio detecting and ranging
rapat pimpinan
peluru kendali
bukti pelanggaran
catatan:
jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
J. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M
(1000), V (5.000), M (1.000.000)
Pemakaiannya diatur leih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
0,5 sentimeter
5 kilogram
4 meter persegi
10 liter
Rp5.000,00
US$3.50*
$5.10*
Y100
2.000 rupiah
1 jam 20 menit
pukul 15.00
tahun 1928
17 Agustus 1945
50 dolar Amerika
10 paun Inggris
100 yen
10 persen
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
Dua belas
Dua puluh dua
Dua ratus dua puluh dua
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
Setengah
Tiga perempat
Seperenam belas
Tiga dua pertiga
12
22
222
1/2
3/4
1/16
3 2/3
Seperseratus
Satu persen
Satu permil
Satu dua persepuluh
1/100
1 %
1‰
1,2
6. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab
II; Pasal 5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua
gedung itu; di tingkat ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
tahun '50-an
uang 5000-an
lima uang 1.000-an
atau tahun lima puluhan
atau uang lima ribuan
atau lima uang seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko.
Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
15 orang tews dalam kecelakaan itu.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan puluh
Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l'axplanation de l'homme. Unsur-unsur yang
dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
actaaf
pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerob
aerodimanics
aerob
aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite
ai tetap ai
trailer
caisson
au tetap au
audiogram
autrotoph
hemoglobin
hematit
trailer
kaison
audiogram
autrotof
tautomer
hydraulic
caustic
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o dan konsonan mejadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal
kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
ceolom
sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
accumulation
acclamation
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine
akumulasi
aklamasi
aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique
sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine
ch yang lafalnya c menjadi c
check
\ China
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda
çastra
eselon
mesin
cek
Cina
sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis
ea tetap ea
idealist
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite
eu tetap eu
neutron
eugenol
efek
deskripsi
sintesis
idealis
baheas
stratosfer
sistem
eikosan
eidetik
einsteinium
stereo
geometri
zeolit
neutron
eugenol
europium
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil
gh menjadi g
sorghum
gue menjadi ge
igue
gigue
fanatik
factor
fosil
sorgum
ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus
ion
iota
iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
riem
politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
afficient
varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congres
linguistics
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor
provoost
oo (Inggris) menjadi u
cartoon
proof
pool
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination
khusus
akhir
kontingen
kongres
linguistik
estrogen
enology
fetus
kompor
provos
kartun
pruf
pul
zoology
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychic
psychosomatic
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator
gubernur
kupon
kontur
fase
fisiologi
spektograf
pseudo
psikiatri
psikis
psikosomatik
pterosaur
pteridologi
ptyalin
akuarium
frekuensi
ekator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric
rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scoptopia
scutella
sclerosis
scriptie
skandium
skoptopia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism
senografi
sintilasi
sifistoma
skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
rasio
actie
patient
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode (Belanda)
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute
ua tetap ua
dualism
aquarium
ue tetap ue
suede
duet
ui tetap ui
equinox
aksi
pasien
teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
unit
nucleolus
struktur
institute
dualism
akuarium
sued
duet
ekuinoks
conduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota
uu menjadi u
prematuur
vacuum
v tetap v
vitamin
television
cavalery
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation
konduite
fluoresein
kuorum
kuota
prematur
vakum
vitamin
televisi
kavaleri
xantat
xenon
xilofon
eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan
y manjadi y jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psyschology
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote
ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
yakitori
yangonin
yen
yuan
itrium
dinamo
propil
psikologi
zenith
zirkonium
zodiak
zigot
konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
Tetapi:
mass
gabro
aki
efek
commission
ferrum
salfeggio
komisi
ferum
salfegio
massa
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak perlu
lagi diubah.
Misalnya:
Kabar, sirsak, iklan, erlu, bengkel, hadir
2. Sekalipun dalam ejaan yang dismpurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad
bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut
kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam penggunaan tertentu
saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia.
Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standarisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat
-age menjadi -ase
advokat
percentage
etalage
persentase
etalase
-al, -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal
-ant menjadi -an
accountant
informant
structural
formal
normal
akuntan
informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie
oligarchy, oligarchie
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary,
complementair
primary, primair
secondary, secondair
anarki
oligarki
komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -as
action, actie
publication, publicatie
-eel (Belanda) menjadi -el
aksi
publikasi
ideëel
materieel
moreel
-ein tetap -ein
casein
protein
ideel
materiel
morel
kasein
protein
-ic, -ics, ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek
logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, elektronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch
-ical, isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch
-ile, -iel menjadi -il
elektronik
mekanik
balistik
ekonomis
praktis
logis
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
persenril
mobil
modernisme
communism, communisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog
komunisme
publisis
egois
deskriptif
demonstratif
catalog
dialog
teknologi
fisiologi
analogi
analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trotoir
repertoire
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directuer
inspector, inspectuer
amateur
formateur
-or tetap -or
dictator
corrector
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur
hominoid
anthropoid
trotoar
repertoar
direktur
inspektur
amatir
formatur
diktator
korektor
universitas
kualitas
struktur
prematur
V.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan
datang. Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. ?
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1
1.2.2
1.2.3
Gambar Tangan
Tabel
Grafik
Catatan :
Tanda tititk tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar
jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala
ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD '45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama
dan alamat surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, maupun surat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ? tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului indukn kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, akan tetapi.
?. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
?. Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata ibu "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata ibu, "karena kamu lulus."
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat
dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam
daftar pustaka.
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta:PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta:
UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya utnuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang aki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
13.Tanda koma dapat dipakai?untuk menghindari salah baca?di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
sungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam upaya pembinaan dan
pengembanagan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau
seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya:
Malam akan larut; pekerjaan belum selesai juga
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghafal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran
"Pilihan Pendengar".
D. Tanda Dua Titik (:)
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang
mengkahiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu
: Ahmad Wijaya
: S. Handayani
: B. Hartawan
: Ruang 104
: Bambang S.
: Senin
: 09.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan
ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta (iv) di
antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pedidikan Seumur Hidup: sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukuplah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita?
Djakarta: Eresco, 1968.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ju-
ga cara yang baru
suku kata yang berupa satu vocal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ?.
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
Itu telah disampaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ?.
Bukan:
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disamapaikan ?.
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ?.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran
dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada acara baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3. Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak
dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau
ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan
kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan
kesetiakawanan sosial
(1 x 25.000),
tanggung jawab dan
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan
berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H,
sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (?)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu?saya yakin akan tercapai?diperjuangkan
oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini?evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom?telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti 'sampai dengan' atau
'sampai ke'.
Misalnya:
1910?1945
Tanggal 5?10 April 1970
Jakarta?Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (?)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ? ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ? akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati?.
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-I
strinya. Merdeka!
J. Tanda Kurung ((?))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam
pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([?])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan
bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35-38] perlu dibentangkan.
L. Tanda Petik ("?")
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia."
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA" dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, "Saya juga minta satu."
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "si Hitam".
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal ('?')
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan
rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back 'balikan'
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat
darat/laut
harganya Rp25,00/lembar
'dikirim lewt darat atau
lewat laut'
'harganya Rp25,00 tiap lembar'
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '88. ('88 = 1988)
INDEKS
Abjad 1, 34
Akronim 19-21
Akronim, 21
Alamat 20, 22, 41, 43, 55
Angka dan Lambang Bilangan 22
Bagan 39
Bentuk Ulang 10, 14
Bilangan 40
Catatan kaki 43
Diftong 3, 4
Gabungan kata 13-16
HURUF 1
Abjad 1
Besar 6
Kapital 6
Konsonan 2-4
HURUF MIRING 6, 11, 12
Huruf Vokal 1, 3, 4
Ikhtisar 39
Ikhtisar, 39
Kata 3
Kata dasar 3, 13, 14
Kata depan 16
Kata Majemuk 15
Kata si dan sang 17
Kata turunan 5, 13
Koma 44
Kurung 51
Partikel 4, 17, 18
Pemenggalan Kata 3-5
Penyingkat (Apostrof) 1, 3, 45, 51
Petik 54
Petik tunggal 54
TANDA BACA 39, 53, 54
Tanda Elipsis 50
Tanda Garis Miring 55
Tanda Hubung 47-49
Tanda Koma 41-45
Tanda Kurung 51, 52
Tanda Kurung Siku 52
Tanda Penyingkat (Apostrof) 55
Tanda Petik 53
Tanda Petik Tunggal 54
Tanda Pisah 49, 50
Tanda Seru 40, 51
Tanda Tanya 51
Tanda Titik Dua 45, 46
Tanda Titik Koma 45
Titik 39-41
UNSUR SERAPAN 26, 35
Vokal 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar